gue baru aja baca novel 'Perahu Kertas' yang ditulis Dewi Lestari.
baca buku ini bikin gue ga mau lepasin sampe selesai.
no wonder semalem gue begadang sampe jam 3 pagi demi menyelesaikan buku ini.
sebenernya banyak kejutan di buku ini, walaupun ending nya bisa ketebak tapi tetep aja bikin penasaran karena jalannya cukup berliku.
baca buku ini bikin gue sedikit mengingat kisah gue sendiri.
ada beberapa bagian yang nampaknya Dewi 'ambil' dari hidup gue tanpa gue ketahui sebelumnya.
tapi satu yang ga sama adalah gue masih nebak2 gimana ending cerita yang gue punya.
kenapa yaa kisah hidup kita ga bisa se-simple cerita di buku atau film.?
walaupun kita tahu banyak halangan dan rintangan serta banyak yang mencoba menghalangi atau bahkan mengisi hidup sang tokoh utama, somehow mereka tetep balikan lagi.
walaupun rumit dan sulit, tapi kita sama2 tahu kalau akhirnya tokoh utama akan bersatu.
sebenernya gue ga suka kisah yang seperti itu.
kalau emang ga bisa kenapa mesti dipaksa.?
kalau emang sadar bahwa dia hanyalah kisah di masa lalu kenapa harus dilanjutin juga di masa depan.?
well, itu kan mengikuti selera pasar.
tapi gue inget banget gue pernah punya buku 'Elegi Cinta Giga'.
di situ tentang cewe yang pacaran sama cowonya tapi kemudian cowonya mati.
ok, sebenernya gue lupa ceritanya.
intinya, mereka ga bisa bersatu.
--ya iyalah cowonya udah mati..--
tapi kan ada cerita yang udah bagus banget tapi ending nya rusak gara2 tiba2 cowonya ternyata hidup.
contohnya film 'The Lake House'.
ide ceritanya unik, tentang orang2 yang terpisahkan oleh waktu 4 tahun tapi bisa connected gara2 kotak surat aneh.
pas gue tau cowonya ketabrak, gue makin cinta sama film ini dan air mata gue makin deras.
tapi begitu tau ternyata cowonya masih hidup gue langsung berenti nangis sambil bilang,"lho kok gitu?"
ada juga film 'PS: I Love You'.
gue inget banget nontonnya di PH sama TAK, RPAA, dan NI.
udah berasa double date, ditambah lagi waktu itu adalah 14 februari yang katanya adalah hari kasih sayang.
sepanjang film gue nangis, ga peduli maskara gue berantakan.
ga peduli gue diketawain sama 2 cowo itu --temen2 gue--.
gue sedih sama tokoh utama yang ditinggal mati suaminya.
apalagi pas adegan si cewe merasa bahwa suaminya masih ada di sekitar situ dan meluk dia dari belakang.
makin deras air mata gue pas tau suaminya udah nyiapin banyak hal biar istrinya ga sedih sepeninggal dia.
dan juaranya adalah 'The Way We Were'.
ini film lawas banget.
yang main Barbra Streissand jaman dia masih muda.
gue nonton film ini di Metro TV jaman SMA.
--bukan berarti gue seangkatan Barbra lho yaa,,--
film ini ceritanya tentang cewe cowo yang pacaran.
sebenernya mereka datang dari dua kubu partai yang berbeda.
mereka mencoba bertahan dengan perbedaan tersebut.
walaupun kadang risih juga pas cewe lagi kumpul sama temen2 cowo dan mereka mengolok2 partai yang dianut si cewe.
belum lagi kesibukan yang beda dalam partai masing2.
akhirnya mereka mencoba untuk pisah.
tapi sama2 sadar kalo ga bisa untuk jalan masing2.
akhirnya mereka bersatu lagi.
pas dijalanin ternyata emang ga bisa.
akhirnya mereka memilih beneran pisah.
di scene terakhir diliatin gimana akhirnya mereka menjalani hidup mereka masing2 dan ga sengaja ketemu di jalan.
di situ diliatin kalo mereka emang beda dan ga bisa bersatu.
gue suka banget film ini.
ini yang gue mau.
kalo emang ga bisa bersatu kenapa harus dipaksa.?
kalo emang udah ada orang lain yang lebih baik kenapa harus balik ke orang pertama hanya biar kita ga terus mengingat2nya.?
di sini yang gue lihat adalah betapa ga dewasanya tokoh2 tersebut karena memilih untuk kembali pada orang pertama dan mengabaikan orang kedua.
bagi gue childish aja.
rasanya kayak cuman 'rasa penasaran' yang harus dikejar dan ditangkap biar ga penasaran lagi.
terasa kayak anak kecil yang terus memikirkan hari kemarin dan ga bisa beranjak dan menatap masa depan dengan dagu terangkat.
semua orang pasti punya masa lalu kan.?
dan bagi gue,
masa lalu bukan buat dilupain tapi bukan juga buat dihidupkan kembali.
tapi hanya sebagai fakta nyata tentang hidup ini.
--CePe--