19.5.12

in between

it's long weekend, fellas.!
Kamis kemarin adalah libur kenaikan Isa Almasih, dan Jumat ini adalah hari kejepit nasional. jadilah loooong banget weekend nya. hahahahaha.

puas bangets tidur2an di kamar, gegulingan kanan kiri, baca buku, browsing, sambil teteup ngurusin cucian. hihihihi.

well, kemarenan ini gue sempet berantem sama sii #beibi.
not a big deal sih.
cuman gue nya aja kelepasan ngomong dengan nada tinggi di saat dia juga lagi emosi.
saat itu gue kondisinya bingung ga tau mesti gimana dan juga sedikit kesulut emosi dengan topik pembicaraan kita.
susah rasanya ada di tengah 2 kubu yang memiliki kepentingan masing2. di satu sisi gue mau bantu kedua kubu tersebut tanpa terlalu jauh ikut campur. di sisi lain gue bingung karena gue ga bisa berbuat banyak.

ada sedikit perasaan ga terima saat #beibi ngomong sesuatu tentang kubu sebelah.
tapi ke kubu sebelah pun gue ga bisa berbuat banyak untuk nolongin sii #beibi.
sedangkan gue sendiri adalah orang luar yang sudah tidak seharusnya lagi ikut campur.

sii #beibi menegur gue dengan bilang bahwa harusnya gue jangan mencampuradukkan masalah ini dengan konteks hubungan gue dan dia.
di situ gue sadar, bahwa gue ga harus jadi pahlawan untuk keduanya.
yang bisa gue lakukan hanyalah mendengarkan #beibi bercerita tanpa interupsi dan intervensi.
selain itu, gue juga mesti sadar bahwa selalu ada 2 versi dari 2 kubu yang memiliki kepentingan masing2. ga bisa hanya mendengarkan satu tanpa memedulikan yang lain. being neutral itu agak sulit, yah.. apalagi kalo kita juga memiliki 'ikatan' dengan masing2 kubu tersebut.

ini mengingatkan gue sama salah satu film jadul favorite gue, The Way We Were.
film ini dibintangi oleh Barbra Streissand dan Robert Redford produksi tahun 1973 *i told you, ini film jadul*

ceritanya cukup complicated.
for short, Katie dan Hubbell datang dari 2 idealisme yang berbeda and found themselves fall in love to each other. saat mereka meniikah, konflik sering terjadi terkait dengan perbedaan ini, terutama saat salah satu harus menemani pasangannya ikut dalam perkumpulan yang jelas2 berbeda dengan idealisme yang dianut. at the end, mereka sadar ga bisa bersatu dengan perbedaan yang ada dan memutuskan berpisah.
yah gitulah,. for detail story you could drag your mouse and type 'The Way We Were' on Google window. hehehehehe.

kenapa gue bener2 suka sama film ini karena jarang2 sebuah film berakhir dengan dua tokoh utamanya ga bisa bersatu. ya kan.? even Titanic put Jack and Rose as couple before he died, right.?

hubungannya sama cerita gue.?
hmm,. lebih ke arah berada di sebuah posisi yang berbeda kepentingan aja sih.
di satu sisi gue mencoba untuk bersikap netral dan mencoba juga menahan diri untuk tidak bersikap terlalu jauh, hanya sebatas mendengarkan sii #beibi dan kasih pendapat sebisanya.

pelajaran yang gue ambil adalah,, selain yang udah gue tulis di atas gue juga mesti bisa tahan emosi. jangan kelepasan bicara dengan nada tinggi. ga ada gunanya dua orang berbicara sama2 dengan nada tinggi. seperti juga dua orang yang berada di situasi sulit, yang satu harus menenangkan yang sedang panik. ga ada gunanya kan kalo keduanya sama2 panik.?


--CePe--

12.5.12

hadir kembali

okay. udah 2 bulan gue gak posting di blog ini.
bukannya ga ada cerita atau ga mau lagi share di ruang ini.
tapi kemarenan itu pulsa modem gue abis. hahahahahaha.
alhamdulillah sii aa #beibi ngebeliin dan akhirnya gue bisa internetan lagi deh.
makasih #beibi.

banyak yang terjadi selama bulan April kemaren.
tapi tema utamanya adalah 'pindah'.
mulai dari kakak kedua yang tidak lagi bekerja di stasiun televisi lokal dan memilih membuka perusahaan bersama teman2nya, tante gue yang juga pengganti nyokap gue pindah ke Pulau Dewata, dan juga gue yang pindah bekerja.

yeup.
saat ini gue udah ga lagi di organizer bursa tenaga kerja itu.
kepindahan gue ini sebenernya udah gue pikirin dari lama.
sempet memutuskan untuk nekad dengan keluar tanpa cadangan kuat, lalu kembali jatuh cinta lagi pada pekerjaan ini, hingga akhirnya benar2 menemukan pengganti yang menawarkan hal yang berbeda dan membuat gue memutuskan untuk pindah.
jujur agak berat dan susah hingga akhirnya berani untuk keluar dari zona nyaman gue selama 1 tahun 10 bulan 12 hari itu.
di sana gue seperti menemukan keluarga dan rumah kedua *oke, gue ga menjadikan kantor sebagai tempat gue tidur dan sebagainya, but home is a place where your heart is, isn't it.?*
ada ketakutan2 dan kekhawatiran2 yang gue rasa. seperti takut tidak akan mendapatkan suasana dan keluarga yang sama seperti di tempat lama. bagaimana jika ini dan itu, apa jadinya kalo begini begitu.
tapi gue balik pemikiran itu menjadi, bagaimana jika ternyata menemukan tempat dan keluarga yang lebih baik di tempat baru? itu yang bikin gue akhirnya berani.

dan setelah hampir sebulan gue di tempat baru ini alhamdulillah gue mendapatkan keluarga baru. tempat yang walaupun banyak coronya tapi cukup nyaman karena berseberangan sama mall dan di belakangnya ada banyak tempat makan.
kerjaannya kurang lebih sama seperti yang sebelumnya, yaitu ngurusin event dan berhubungan dengan media cetak.
kali ini gue ngurusin event talkshow dan beauty class untuk wanita usia 30 tahun ke atas. udah kebayang deh rempongnya besok ibu2 itu.

kerja 3 mingguan di tempat baru ini lembur teruuuuss.
hari pertama masih pulang jam 7an.
hari kedua jam 11.
hari ketiga jam 9.
dan seterusnya selalu di atas jam 8 malam.
load kerjaan yang banyak, tim yang hanya bertiga, waktu yang cepat berputar, deadline yang terus mengintai,, gimana bisa pulang cepet coba.?

hal ini semalem sempet jadi review dari sii #beibi.
dia ngingetin gue bahwa sebekerjanya gue di luar sana gue juga harus ingat kodrat gue sebagai perempuan yang nantinya akan mengurus keluarga dan rumah.
gue pun berargumen bahwa dengan status gue yang masih single saat ini dan mumpung masih bisa melakukan banyak hal, mengapa tidak.?
untuk saat ini yang menjadi idealis gue adalah,, gue pengen keluarga gue melihat bahwa sii bungsu perempuan yang manja ini sudah bisa berdiri di atas kakinya sendiri dan setidaknya gak lagi bergantung sama yang lain.
hingga akhirnya saat gue harus berlabuh pada satu hati, gue pun sudah memiliki modal sendiri.

bagus juga sih #beibi mengingatkan gue bahwa nantinya gue harus menurut pada imam keluarga. \
bagaimana jika nantinya sang imam keluarga tidak menyukai ritme kerja gue yang pergi pagi pulang larut malam. apa mau dikata kalo pemimpin keluarga meminta gue untuk stop bekerja dan stay di rumah.?
argumen gue ke #beibi adalah, di Jakarta ini akan susah jika  hanya 1 orang saja yang membiayai minimal 2 kepala dalam sebuah keluarga. belum lagi tuntutan kehidupan yang mengharuskan mengeluarkan biaya banyak.
yeup, be realistic beib.
bukannya gue gak percaya rejeki dari Tuhan sudah ada yang atur sih,, tapiii kan teteup mesti diusahakan juga.
dan dengan status gue sebagai fabulous yet hot happy single biatch, wajar aja kalo gue bekerja sebegitunya buat diri gue sendiri. kalo bukan diri gue yang biayain gue trus siapa yang mau.?
apalagi dengan rencana jangka pendek, menengah, dan panjang yang gue miliki : beli Zara sebulan sekali, beli Louis Vuitton setahun sekali, dan beli rumah di Pondok Indah.
lagian maaf yah #beibi, belum kepikiran untuk pindah status untuk saat ini. hehehehehe.

hell yeah, it's Saturday morning.
dan gue udah mesti siap2 ke mall untuk beli hadiah buat ibu2 rempong di acara gue besok, lanjut ke pasar baru, dan kemudian loading barang sampai malam.

iyah #beibi, saya tau kamu berniat baik dengan menyampaikan hal itu ke saya.
saya pun cape lembur terus dan menjadi kuli event seperti ini.
but this is my passion, sayangku.
semoga, kamu atau siapa yang nantinya menjadi pemimpin itu bisa mengerti dan menerima.


--CePe--
 
blog design by suckmylolly.com | Distributed by Deluxe Templates